Pentinya Berserah Diri
من علا مة الا عتما د على العمل نقصا ن الر جاء
عند وجود الزلل
“Sebagian tanda bahwa seseorang bersandar pada amalnya adalah berkurangnya harapan
ketika ia ditimpa se buah kegagalan”.
Sering kali kita merasa bahwa segala kebahagiaan yang
kita peroleh semata-mata berasal dari uasah kita. Jika kita mendapatkan harta
yang banyak, kita yakin bahwa inilah hasil jerih payah kita selama ini. Jika
kita memperoleh kedudukan tinggi, kita pun berdalih, semuanya disebabkan oleh
kegigihan dalam bekerja. Bahkan, kala kita diakui oleh banyak orang sebagai
orang beriman, kita mengira bahwa inilah berkah yang diberikan oleh Allah atas
ketaatan dalam beribadah.
Berhati-hatilah jika kita termasuk dalam golongan di
atas. Di bibir mungkin kita berkata, semua berasal dari kekuasaan Allah semata.
Pertanyaannya, samakah ucapan bibir kita dengan hati kita? Jangan-jangan di
depan banyak orang, kita memang berkata diri ini tidak berarti, semua yang
didapatkan serba kebetulan, dan sebagainya. Namun, hati kita justru
berseberangan atau berlawanan.
Nah, bagaimana cara kita mampu mengetahui sejauh apa
keselarasan hati dan ucapan tentang kekuasaan Allah swt? Jawabannya adalah bisa
dilihat dari cara kita menanggapi sebuah kegagalan. Jika ketika ditimpa
musibah, kita miulai tidak yakin akan mengatasi masalah, kita mulai bimbang dan
lupa bahwa Allh senantiasa menolong hamba-Nya yang lemah, berarti tingkat
keimanan kita masih rendah atau lemah. Kita masih begitu bergantung pada
amalan, bukan pada kekuasaaan Allah swt. Semestinya, orang yang benar-benar
beriman, akan melepaskan diri dari segala sesuatu. Entah nasib baik atau buruk,
biarkanlah Allh yang mengaturnya. Tugas kita di dunia ini hanyalah ibarat orang
buta yang dituntun berjalan. Kala terantuk batu, kita tetap diam karena
menyadari keterbatasan pandangan. Sebaliknya, kala memperoleh kebahagiaan, kita
pun selayaknya diam dan tidak berpengharapan apa pun. Siapa tahu, setelah
bersenang-senang kita akan terjatuh.
Apa pun takdir yang dihadapi, tetaplah tersenyum. Yakinlah
hanya kepada Allah swt. Dengan berserah diri, kita akan merasa bahwa pahit dan
manisnya kehidupan adalah sama saja. Susah senang hanyalah pergantian yang
wajar dalam hidup ini, seperti halnya siang dan malam. Selain itu, kepasrahan
total akan membuat kita memperoleh hikmah pengetahuan rahasia tentang Allah.
Referensi: Fitra Firdaus Aden. 2012. Mutiara Pilihan
Kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah As-Sakandary. Yogyakarta: Citra Risalah.
Anak Asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta
Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Salatiga
Semester 4
Bagus Setyo Nugroho
Komentar
Posting Komentar